PROFESI KEGURUAN
I.
PENDAHULUAN
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi
seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas
dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat
dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik /
guru merupakan satu diantara sekian banyak unsure pembentuk utama calon anggota
masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan
masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara
yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung
jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah
daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua
kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke
sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah
beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa
besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian
peserta didik. Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta
berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh
dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan
kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru mempunya
tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi
terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal empat
pokok, yaitu :- menguasai bahan pengajaran
- merencanakan program belajar-mengajar
- melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar serta,
- menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Kemudian aspek-aspek apa saja yang dapat mendorong seorang
guru dapat mengembangkan proses belajar mengajar? Apa indikatornya? Serta
kompensasi macam apa yang dijalankan guna tercapainya proses belajar mengajar
dalam upaya mengembangkan profesionalismenya?
II.
LANDASAN
Profesi Keguruan, Kata Profesi dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi
dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini
mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang
secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lainprofesi bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Suatu profesi memerlukan kompetensi
khusus yaitu kemampuan dasar berupa ketrampilan menjalankan rutinitas sesuai
dengan petunjuk, aturan, dan prosedur teknis. Guru memerlukan kompetensi khusus
yang berkenaan dengan tugasnya. Hal itu karena pendidikan tidak terjadi secara
alami, tetapi dengan disengaja (disadari). Hubungan yang sederhana dan akal
sehat saja belum cukup untuk melaksanakan pengajaran yang baik. Kompetensi guru
tentu saja sinkron dengan bidang tugasnya, yaitu pengajaran, bimbingan dan
administrasi. Ada anggapan bahwa untuk menjadi guru tidak perlu mempelajari
metode mengajar, karena kegiatan mengajar bersifat praktis dan alami, siapapun
dapat mengajar asalkan memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan.
Dari pengalamannya, orang kelak akan dapat meningkatkan kualitas pengajarannya.
Memang ada orang yang kebetulan dapat mengajar dengan baik tanpa mempelajari
metode mengajar, tetapi ada pula yang juga kebetulan tidak dapat mengajar
dengan baik karena tidak memperlajarinya. Pada dasarnya, guru-guru “kebetulan”
itu bersandar kepada pengalaman pribadinya di dalam mengajar. Pada dasrnya
pula, metodologi pengajaran merupakan hasil pengkajian dan pengujian terhadap
pengalaman yang tidak lagi kebetulan, tetapi pengalaman yang mempunyai kebenaran
berdasarkan metode ilmiah. Dengan demikian, metodologi pengajaran jauh lebih
memberikan kemudahan kepada guru dalam menjalankan tugas mengajar. Di samping
itu, ilmu pengetahuan dan orientsai pendidikan di zaman sekarang mengalami
perkembangan yang pesat. Hal ini menuntut guru untuk memperkaya diri dengan
ilmu pengetahuan dan orientasi pendidikan yang baru serta metode-metode
mengajar yang sesuai dengan perkembangan baru tersebut. Keberadaan metodologi
pengajaran menunjukkan pentingnya kedudukan metode dalam system pengajaran.
Tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa didukung metode penyampaian yang baik
dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan penaruh
perhatian yang besar terhadap masalah metode.
III.
PROSES PERKEMBANGAN DAN PROSES BELAJAR
MENGAJAR
Para ahli mengumakakan definisi
belajar yang berbeda-beda, namun tampaknya ada semacam kesepakatan di antara
mereka yang menyatakan bahwa perbuatan belajar mengandung perubahan dalam diri
seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar. Perubahan itu bersifat
intensional berarti perubahan itu terjadi karena pengalaman atau praktik yang
dilakukan pelajar dengan sengaja dn disadari bukan kebetulan. Sifat positif
berarti perubahan itu bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar. Sifat aktif
berarti perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan
terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan. Sifat efektif
berarti perubahan itu memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun
sifat fungsional berarti perubahan itu relative ttap serta dapat diproduksi
atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Perubahan dalam belajar bisa
berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan atau apresiasi
(penghargaan) perubahan tersebut bisa meliputi keadaan dirinya, pengetahuannya,
atau perbuatannya. Artinya; Orang yang sudah melakukan perbuatan belajar bisa
merasa lebih bahagia, lebih pandai menjaga kesehatan, memanfaatkan alam
sekitar, meningkatkan pengabdian untuk kepentingan umum, dapat berbicara lebih
baik dapat memainkan suatu alat musik atau melakukan suatu perbedaan, perubahan
tersebut juga bisa bersifat pengadaan penambahan ataupun perluasan, pendek
kata, di dalam diri seorang pelajar terdapat perbedaan keadaan antara sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan belajar.
Pengertian di atas memberi petunjuk
bahwa keberhasilan belajar dapat diukur berdasarkan perbedaan cara berpikir
merasa dan berbuat sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman belajar dalam
menghadapi situasi yang serupa. Umpamanya sebelum belajar pelajar belum dapat
berwudlu, kemudian terjadi proses belajar mengajar, guru memberitahukan kepada
pelajar syarat, rukun, bacaan dan tata cara berwudlu lalu pelajar
mempraktikannya dan berlatih sampai akhirnya pelajar mampu berwudlu. Contoh
lain pelajar diminta guru untuk berenang dari satu tepi kolam ke tepi yang
lain, pelajar yang belum mengenal sama sekali situasi kolam renang langsung
terjun dan hampir tenggelam. Guru yang memang sudah mengantisipasi bahwa hal
itu akan terjadi segera membantunya dan mengajarinya cara berenang. Setelah
belajar ia akhirnya dapat berenang, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan
pada cara pendekatan pelajar yang bersangkutan dalam menghadapi tugas-tugas
selanjutnya merupakan bukti bahwa kegiatan belajar telah berhasil.
Bagaimana manusia belajar atau
bagaimana belajar terjadi? Apa tanda-tanda bahwa ia telah belajar atau apa saja
manifestasi belajar itu? Persoalan pertama berkaitan dengan perbuatan belajar,
sedangkan persoalan kedua mengenai hasil belajar. Dengan mengetahui dua persoalan
tersebut guru diharapkan dapat menentukan strategi dan langkah-langkah taktis
pengajaran karena pengajaran adalah membuat pelajar belajar. Istilah “pelajar”
dipilih ketimbang “pelajar” untuk menekankan pengertian tersebut.
Ada kecenderungan di masa sekarang
untuk melupakan bahwa hakikt pendidikan adalah belajarnya pelajar, bukan
mengajarnya guru, guru mendapat posisi yang istimewa dalam proses pendidikan
sementara keinginana dan kemampuan pelajar secara mandiri untuk menciptakan,
menemukan dan belajar untuk dirinya sendiri diabaikan. Hal itu telah
merendahkan peranan pelajar dalam proses pendidikan, padahal belajar,
sebagaimana ditekankan oleh John Dewey, menyangkut apa yang harus dikerjakan
oleh pelajar untuk dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, inisiatif belajar
harus dating dari pelajar sendiri, guru hendaknya memposisikan diri sebagai
pembimbing dan pengarah yang mengemudikan perahu, sedangkan tenaga untuk
menggerakkan perahu tersebut berasal dari pelajar. Guru harus mendorong pelajar
untuk belajar mandiri dengan dan bagi diri mereka sendiri, dengan kata lain,
guru harus menjamin bahwa pelajar mampu menerima tanggung jawab untuk belajar
dengan mengembangkan sikap dan antusiasnya. Dipandang dari pengertian di atas,
barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada “tujuan
pengajaran” yang ada hanyalah tujuan belajar dilihat dari posisi guru sebagai
pendorong kegiatan belajar maka tujuan trsebut “tujuan pembelajaran”.
Untuk mencapai interaksi belajar
mengajar dibutuhkan komunikasi anatra guru dan peserta didik yang memadukan dua
kegiatan. Yaitu kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas
peserta didik). Guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam
proses belajar mengajar, karena seringkali kegagalan pengajaran disebabkan oleh
lemahnya system komunikasi. Tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas sangat
membantu guru dalam membuat perencanaan, demikian halnya dengan prinsip-prinsip
psikologi. Dalam perencanaan program pengajaran, banyaknya pengalaman guru
dalam memilih prosedur pengajaran akan sangat membantunya dalam mencapai
hasil-hasil yang diinginkan.
Sistem pengajaran di sekolah
sekarang ini mengelompokkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai ke dalam tiga
bidang, yaitu :
- segi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.
- Segi efektif yang meliputi memperhatikan, merespon, menghayati dan menginternalisasi nilai.
- Segi psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa dan gerakan (respons) kompleks.
IV.
PENUTUP / KESIMPULAN
Aspek-aspek yang berhubungan dengan
kediatan belajar mengajar jika diidentifikasi melalui ciri-ciri kegiatan yang
disebut belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilakn perubahan pada diri
individu yang belajar baik actual maupun potensial, perubahan itu pada pokoknya
adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama
dan yang jelas perubahan itu terjadi karena proses dan usaha.
Kondisi fisiologis juga sangat
berpengaruh terhdap belajar seseorang, orang yang sehat jasmaninya akan lain
belajarnya dari orang yang kurang sehat. Dan yang tidak kalah penting adalah
kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran.
Semua keadaan dan fungsi psikologis
tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar, beberapa factor psikologis yang
utama meliputi, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan
kognitif. Msseski diakui tujuan pendidikan itu meliputi 3 aspek yaitu aspek
kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor namun yang terutama adalah aspek
kognitif, dan bahkan aspek kognitif sajalah yang perlu dikembangkan.
REFERENSI
- Syah, Muhibin. 2003. Psikologi Belajar, Jakarta PT Raja Grafindo Persada.
- Winkel, WS. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta Gramedia Widiasarana Indonesia.
- Purwanto, M. Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung PT Remaja Rosdikarya.
- DR. H. A. Qodri A. Azizy, MA. 2002. Psikologi Pendidikan Agama. Departemen Agama RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar